A. Mantuq dan Mafhum
Mantuq (المنطوق)
adalah penunjukan lafal terhadap suatu hal (hukum) ketika diucapkan (tekstual),
sedangkan Mafhum (المفهوم) adalah penunjukan lafal terhadap hukum yang
tidak diucapkan (kontekstual).
Ø Pembagian Mantuq
1.
Al-Nash, yaitu
lafal yang tidak mengandung takwil. Seperti firman Allah SWT.
QS.al-Baqarah(2):196.
Artinya: “…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.”
2.
Al-Zahir, yaitu
lafal yang mengandung takwil atau perlu takwil. Contohnya seperti firman
Allah.QS.al-Dzariyat(51):47.
Artinya: “Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan
Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa.”
Lafal ايد
adalah bentuk jamak dari lafal يد yang berarti tangan, dan hal itu (tangan) mustahil bagi Allah
SWT. Maka dari itu lafal ايد
dalam ayat tersebut dipalingkan ke makna القوة yang berarti kekuatan.
Mafhum adalah metetapkan hukum dibalik dari arti mantuqnya. Dengan
kata lain mafhum disebut dengan makna tersirat.
Ø Pembagian Mafhum
1.
Mafhum muwafaqoh, yaitu
penunjukan hukum yang tidak disebutkan mempunyai kesamaan dengan hukum yang
diucapkan. Seperti pencegahan atau larangan memukul kedua orang tua yang dapat
dipahami dari firman Allah QS. al-Isra' (17):23. MAfhum muwafaqahdari ayat ini
adalah haram berkata apalagi memukul orang tua. “janganlah mendekati perzinaan”
mafhum muwafaqah haram mendekati zina apalagi melakukannya.
2.
Mafhum Mukhalafah yaitu menetapkan
hukum kebaikan dari hukum kebalikan dari hukum mantuqnya.
Mafhum Mukhalafah ini dapat
terjadi pada uraian berikut :
a.
Mafhum dengan sifat, contohnya : hadits nabi :pada
binatang yang digembalakan direrumputan bebas maka ada zakatnya.” Maka mafhumnya
adalah binatang yang di kandang (diberi makan dengan mengeluarkan biaya) tidak
wajib zakat.
وفي صد قة الغنم في سا ءمتها إذا كان ار بعين
ففيها شاة إلى عشرين وما ٸة
Artinya : zakat kambing yang digembalakan apabila ada 40 sampai 120
kambing maka zakatnya satu kambing…. (HR. Ahmad, Bukhari dan An-Nasa’I)
b.
Mafhum dengan Ghayah, contohnya “ makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang
hitam (fajar) maka hentikan makan dan minum artinya berpuasa.
وكلو ا وا شر بو ا حتى يتتبين لکم الخيط الا
بيض من الخيط الا سو د من الفجر
Artinya: Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan
benang hitam, yaitu fajar.
c.
Mafhum dengan Syaarat. Contohnya, jika mereka isteri-isteri
yang telah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya”
(QS. Al-al-Talaq:6). MAfhum mukalafahnya adalah jika bukan wanita-wanita yang
tidak dalam keadaan hamil maka tidak harus memberikan nafkah.
و ا ن کن أ و لا ت حمل فأ نفقوا علهمن
Artinya : Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang
hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin.
d.
Mafhum dengan bilangan. Contohnya Firman Allah SWT.
“Maka derakanlah mereka yang menuduh itu delapan puluh kali dera. Mafhum
mukhalafahnya yaitu tidak boleh
menderanya kurang dari delapan puluh atau lebih
dari delapan.
Sebagaimana firman Allah yang artinya :
“ orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
derakanlah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka uat selama-lamaya. Dan mereka itulah orang-orang
yang fasik .
e.
Mafhum dengan gelar (laqob) contoh : Muhammad
adalah utusan Allah. Mafhum mukhalafah adalah selain Muhammad (Ahmad M. Syafi’i).
Ø Kaidah-Kaidah yang berhubungan dengan
Mantuq dan Mafhum
·
مفهو م لو فقة حجة
Artinya : Mafhum muwafaqah (makna tersirat yang sesuai)
Maksud kaidah ini ialah bahwa natijah dari mafhum
muwafaqah yang tidak bertentangan dengan syara dapat dijadikan sebagai pegangan
hukum. Contohnya, Haram berkata “uh” kepada kedua orang tua maka menghardik, menghina bahkan memukulnya juga diharamkan.
·
و ا حل ا لله ا البيع وحر م ا لر بوا
Artinya: “Allah mengharamkan jual beli dan mengharamkan riba.
(Al-Baqarah : 2/ 275)
·
وجميع مفا هيم المخالفة حجة ٳلااللقب
Artinya: “Semua mafhum mukhalafah dapat
dijadikan hujjah hukum kecuali mafhum laqob.”
Artinya: “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Larangan membakar (atau hal-hal yang sifatnya merusak) harta anak
yatim yang dapat dipahami dari firman Allah QS. al-Nisa' (4): 10.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka
akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
3.
Mafhum mukholafah, yaitu
lafal yang disebutkan tidak sama dengan yang diucapkan, atau dengan kata lain
lafadz tersebut dipahami kebalikannya. Contohnya antara lain adalah sebagai
berikut:
a.
Tidak
adanya kewajiban zakat bagi hewan yang digunakan untuk bekerja yang dipahami
dari sabda Nabi SAW:
فى ساْيمة الغنام زكاة
Artinya: “Pada hewan-hewan yang digembalakan terdapat (wajib) zakat.”
فى ساْيمة الغنام زكاة
Artinya: “Pada hewan-hewan yang digembalakan terdapat (wajib) zakat.”
b.
Tidak
adanya haji kecuali pada bulan-bulan tertentu yang telah masyhur dari pemahaman
firman Allah QS. al-Baqarah (2):197.
Artinya: “Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa
yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh
rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.
dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah
kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.”
c.
Diperbolehkannya
jual beli pada hari Jum'at sebelum dikumandangkannya adzan yang dipahami dari
firman Allah QS. al-Jum'ah (62): 9.
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Syarat-syarat Mafhum Mukholafah
1. Mafhum mukholafah tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat,
baik dalil mantuq maupun dalil mafhum muwafaqah. Misalnya : اَلْمَاءُ مِنْ
اَلْمَاءِ
(air itu dari air). Mafhumnya, tidak wajib
mandi setelah bersenggama. Padahal ini berlawanan apabila dibandingkan
dengan dalil yang mantuq seperti sabda
Rasulullah SAW.: “apabila bertemu 2 khitan (bersenggama) maka wajib baginya
mandi walaupun tidak keluar (air mani)”.
2.
Yang
dimaksudkan (mantuq) bukan suatu hal yang biasa terjadi. Misalnya pada firman
Allah SWT QS. An-Nahl [16]: 14:
“Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar… “
Maka
dalil di atas tidak menunjukan pada larangan untuk memakan daging yang tidak
segar.
3.
Mafhum
mukholafah itu bukan untuk memberikan penghormatan atau menguatkan suatu
keadaan, misalnya sabda Nabi SAW,:”Siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir maka berkatalah yang baik atau diam, dan siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya”. Muttafaq Alaih. Hadits ini
terikat dengan kata iman, maka tidak hanya dipahami sebagai penguatnya saja.
Macam-macam Mafhum Mukholafah
1.
Mafhum Shifat,
yaitu mengaitkan hukum pada zat dengan salah satu sifatnya, seperti firman
Allah SWT tentang kifarat pembunuhan:
“Hendaklah
bebaskan seorang budak (hamba sahaya) yang mukmin” (Q.S. An-Nisa ayat 92)
2.
Mafhum ‘Illat,
yaitu mengaitkan hukum pada ‘illatnya, seperti mengharamkan khamr karena dapat
memabukkan
3.
Mafhum ‘Adad,
yaitu mangaitkan hukum pada jumlah / bilangan tertentu, seperti firman Allah
SWT tentang had menuduh zina:
“Dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera”
(Q.S An-Nuur [24]: 4)
4.
Mafhum Ghoyah,
yaitu lafadz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghoyah (batasan, hinggaan),
hingga lafadz ini adakalanya “ilaa” atau “hattaa”. Seperti firman Allah SWT,:
“… apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku …”(Q.S Al-Maidah [5]: 6). Dan firman Allah ta’ala:
“… dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci …” (Q.S Al-Baqarah
[2]: 222)
5.
Mafhum Hashr,
yaitu mengkhususkan hukum dengan menyebutkan adat dari adat-adatnya, seperti
“innamaa” dan naïf (meniadakan) sebelum “illaa”, seperti firman Allah SWT.
Tentang makanan:
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali
kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena
sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah…” (Q.S Al-An’aam [6]: 145)
B. Mujmal dan Mubayan
Mujmal (المجمل)
secara bahasa: samar-samar dan bearagam / majemuk. Sedangkan menurut istilah: sesuatu
yang membutuhkan penjelasan. Contoh seperti lafal قروء pada ayat:
قروء ثلاثة بانفسهن يتربصن مطلقات وال
karena ada persekutuan makna dalam lafal al-quru' maka memungkinkan lafal tersebut mempunyai arti haidh dan suci.
Bayan (البيان) secara bahasa: jelas. Sedangkan menurut istilah: mengeluarkan sesuatu dari kondisi musykil kepada kondisi jelas.
قروء ثلاثة بانفسهن يتربصن مطلقات وال
karena ada persekutuan makna dalam lafal al-quru' maka memungkinkan lafal tersebut mempunyai arti haidh dan suci.
Bayan (البيان) secara bahasa: jelas. Sedangkan menurut istilah: mengeluarkan sesuatu dari kondisi musykil kepada kondisi jelas.
Macam-macam
Ijmal:
Bayan
dibagi menjadi:
1.
Bayan
(penjelas) dengan ucapan (bi al-qawl)
seperti pada firman Allah SWT. yang menerangkan puasa tamatu' QS. Al-Baqarah (2): 196.
Artinya: “…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna...”
2.
Bayan dengan
perbuatan atau pekerjaan, seperti pekerjaan Nabi yang menjelaskan tata cara
shalat dan lainnya.
3.
Bayan
dengan tulisan (kutub), seperti bayan akan kadar zakat, dan diyat anggota badan
sebagaimana yang telah dijelaskan Nabi SAW. melalui hadits-haditsnya.
4.
Bayan
dengan isyarat, seperti isyarat nabi SAW sambil menunjukkan semua jari tangan
dalam satu isyarat “satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini.
Maksudnya 30 hari. Kemudian nabi memberikan isyarat lagi dengan telapak
tangannya sampai tiga kali, dan pada urutan ketiga beliau tidak menunjukkan ibu
jarinya sebagai isyarat bahwa dalam bulan terkadang ada yang hanya sejumlah 29
hari.
C. Nasakh dan Mansukh
1. Pengertian Nasakh
Al-Nãsikh (الناسخ)
secara bahasa berarti menghilangkan, menghapus, atau memindah.
Dalam tinjauan
syara', al-nãsikh adalah menghilangkan atau
membatalkan hukum syara' yang telah ditetapkan terdahulu dengan dalil syara' yang
baru.
ر فع ا لشا ر ع حكماشر عيا بل ليل متر ا
خ
“ Membatalkan pelaksanaan hukum dengan hukum yang datang kemudian.”
Dalam Nasakh
sebenarnya hukum lama masih berlaku seandainya tidak ada hukum baru yang
menghapusnya. Dan orang yang pertama kali membahas masalah nasakh adalah Imam
Syafi’i. Beliau memasukan nasakh sebagai penjelasan hukum bukan mengosongkan
atau menghapuskan nash dari hukum.
2. Syarat-Syarat Nasakh
Untuk menasakh
suatu nash, disyaratkan harus memenuhi empat syarat di bawah ini:
a.
Hukum
yang dinaskh itu tidak disertai dengan keterangan yang mengidentifikasi bahwa
hukum itu berlaku secara abadi. Maka tidak boleh menaskh ayat tentang jihad.
b.
Ayat
yang dinaskh bukan termasuk kepada perkara yang menurut pemikiran yang jernih
dapat diketahui kebaikan dan keburukannya. Seperti iman kepada Allah, berbakti
kepada kedua orang tua, adil, zalim, berdusta dan sebagainya.
c.
Ayat
yang menasikh (menghapus) datang belakangan. Karena hakikat nasakh mmengakhiri
pemberlakuan hukum yang dinasakh.
d.
Jika
kedua naskh baik ayat yang menaskh dan yang dinaskh tidak dapat dikompromikan.
(Abu Zahra, h. 190).
3.
Hikmah
Nasakh
Menurut Adbul Wahhab Khallaf hikmah adanya nasakh antara lain:
a.
Hukum
Allah diturunkan untuk merealisir kepentingan hidup manusia. Kepentingan hidup
manusia selalu berubah disebabkan perubahan hidup mereka disebabkan bergantinya
waktu dan tempat. Maka nasakh sebagai salah satu jalan memperjelas hukum
hasilnya sejalan dengan kepentingan hidup manusia di mana saja manusia hidup.
b.
Keadilan
dalam pembentukan hukum diperlukan adanya tahapan sehingga manusia tidak merasa
kaget dan tidak merasa berat. Seperti proses keharaman khamar.(khallaf, h.357).
4.
Contoh-contoh
Nasakh
a.
Al-Quran
dengan Al-Quran. Contohnya ayat yang berbicara tentang seruan membakar semangat
20 orang mukmin yang sabar akan mengalahkan musuh sebanyak 200 orang
(QS.Al-Anfal:65). Kemudian dinaskh (dihapus) denagan ayat lain yang menegaskan
membakar semangat 100 orang yang sabar akan
mengalahkan musuh sebanyak 200 orang(QS. Al-Anfal:66).
b.
As-Sunnah
dengan Al-Quran . Contoh hadits Rosululah yang menyatakan menghadap ke Baitul
Maqdis ketika sholat selama 16 sampai 17 bulan (HR. Bukhari). Lalu ketentuan
itu dihapus oleh Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 114 yang menyerukan sholat
menghadap ke Baitullah (Mekkah).
c.
As-Sunnah
dengan as-Sunnah. Seperti larangan berziarah kubur pada waktu permulaan islam.
Kemudian Rosul dengan hadistnya membolehkan ziarah kubur setelah masyarakat
mengetahui hakikat ziarah kubur (HR.Muslim).
Kaidah-Kaidah
yang berkaitan dengan Nasakh
·
اللقطعى
ل ينسخه الظن
Artinya : Dalil qat’I tidak
dapat dihapus dengan dalil zahmi (Abdul Hamid Hakim, h. 94 )
Dalil qat’I hanya terdapat dalam Quran, hadits,
serta sebagian ijma. Sedangkan dalil zhanni sepertii qiyas, ihtisan,
mashalah mursalah, urf dan syar’u man qablana.
·
Yang menghapus diperbolehkan asalkan lebih
ringan atau sepadan dengan yang dihapus. Contoh iddah perempuan yang ditinggal
mati suaminya masa iddahnya setahun. QS. Al-Baqarah : 240)
والذين
ين يتو زو فو ن منكم و يد رون ٲ زوجا و صية لأز و جهم متعا الى الو ل غير إ خر ا ج
Artinya : ‘Dan orang-orang yang akan
meninggal dunia di antaramu dan meninggal isteri, hendaklah berwasiat untuk
isteri-isterinya, yaitu diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak
disuruh pindah (dari rumahnya)…”
Kemudian dihapus dengan iddah 4 bulan 10 hari
(QS. Al-Baqarah: 234)
والذين
ين يتو زو فو ن منكم و يد رون ٲ زوجا يتر بصن با نفسهن ا ر بعين ا شهر و عشر
Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia di
antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri, (hendaklah para isteri itu)
menangguhkan dirinya (beribadah) empat bulan sepuluh hari.”
·
Yang mengahapus boleh lebih berat dari pada
yang dihapus. Hal ini didasari oleh Al-Quran Surat Al-Baqarah : 106) Tapi
sebagian Ulama ada yang tidak membolehkan. Contoh penghapusan puasa Asyura
denganpuasa Ramadhan.
ما ننسخ من أ
ية ا و ننسها نأ ت بخير منها أو مثلها أ لم تعلم أن أ لله علي كل شئ قد ير
Artinya : “ Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atua Kami
jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami
datang kan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidaklah kamu mengetahui bahwa sesungguhnnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
·
Ijma’ dan Qiyas tidak dijadikan sebagai
penghapus (nasikh).
4.
Pembagian Nasakh
1
Nasakh Sharih
Nasakh Sharih
ialah Nasakh yang menyatakan dengan
jelas bahwa hukum yang dimansukh
telah habis masa berlakunya
2
Nasakh Dhimni
Nasakh Dhimni
ialah mengganti (menasakh) salah satu dari 2 nash yang saling berlawanan dan
keduanya tidak dapat dikompromikan.
Al-Nãsikh menurut sebagian ulama' terbagi menjadi:
1.
Menghapus
tulisan (al-rasm) dan menetapkan
hukum.
Contoh hadits Nabi SAW:
البتة فارجموهما زنيا ااذ والشيخة الشيخ
Contoh hadits Nabi SAW:
البتة فارجموهما زنيا ااذ والشيخة الشيخ
“Kakek-kakek dan nenek-nenek yang rajin berzina maka rajamlah
keduanya, janganlah ragu.”
Sahabat ‘umar RA berkata bahwa sesungguhnya kami telah membaca hadits dan bahwasanya nabi SAW telah memberlakukan hukum rajam terhadap dua orang yang berzina muhshon. Maksud lafal محصنين dalam hadits diatas adalah والشيخجة الشيخ
Sahabat ‘umar RA berkata bahwa sesungguhnya kami telah membaca hadits dan bahwasanya nabi SAW telah memberlakukan hukum rajam terhadap dua orang yang berzina muhshon. Maksud lafal محصنين dalam hadits diatas adalah والشيخجة الشيخ
2.
Menghapus
hukum dan menetapkan tulisan (al-rasm).
Contoh QS. al-Baqarah (2): 240.
Contoh QS. al-Baqarah (2): 240.
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini di nasikh dengan QS. al-Baqarah (2): 234.
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
3.
Menghapus
dua perkara (hukum dan tulisan) secara bersamaan.
Seperti hadits riwayat Muslim dari 'aisyah ra.
Seperti hadits riwayat Muslim dari 'aisyah ra.
يحرمن معلومات رضعات عشر
انزل فِيما كان
Hadits yang menerangkan bahwa yang dapat menyebabkan haramnya
sebuah pernikahan sepuluh kali susuan yang diketahui, ini kemudian dinasikh
dengan hadits yang menerangkan lima kali susuan yang mengharamkan:
يحرمن معلومات
بخمس
Me-nasikh al-Kitab (ayat Al-Quran) dengan al-Kitab (ayat al-Quran
lain) juga diperbolehkan, seperti dalam ayat tentang 'iddah perempuan
sebagaimana yang diterangkan diatas.
4.
Menghapus
al-Sunah dengan al-Kitab.
Seperti menghadap Baitul maqdis dalam shalat yang ditetapkan dengan sunah fi'liyah (perbuatan Nabi). Dalam hadits riwayat Bukhori Muslim disebutkan "bahwasanya Nabi SAW menghadap baitul maqdis dalam shalatnya selama 16 bulan ". Hadits kemudian dinasikh dengan firman Allah QS. al-Baqarah (2): 144.
Seperti menghadap Baitul maqdis dalam shalat yang ditetapkan dengan sunah fi'liyah (perbuatan Nabi). Dalam hadits riwayat Bukhori Muslim disebutkan "bahwasanya Nabi SAW menghadap baitul maqdis dalam shalatnya selama 16 bulan ". Hadits kemudian dinasikh dengan firman Allah QS. al-Baqarah (2): 144.
Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langi,
Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu
ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al
Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa
yang mereka kerjakan.”
5.
Nasikh
al-Sunah dengan al-Sunah. Seperti hadits riwayat imam Muslim:
فزورها القبر زيارة عن نهيتكم كنت
Artinya: “(dulu) Aku (Nabi) melarang kalian ziarah kubur. Maka (sekarang)
Berziarahlah kalian”
Sebagian ulama' juga ada yang berpendapat tentang diperbolehkannya menasikh al-kitab dengan al-sunah. Seperti firman Allah QS al-Baqarah :(2) 180:
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Ayat diatas dinaskh oleh sabda Nabi SAW:
ماجه وابن الترمذي ه روالورث لاوصية
Artinya: “Tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. al-Tirmidzi dan Ibn Majah.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar